Gelap gulita di alam terbuka
Bintang-bintang berkelap-kelip menghiasi langit
Hening yang tegang disekitarku
Manusia menatap lembaran hidup yang kosong
Suara binatang terdengar bertalu
Permainan pun dimulai
Bayangan yang kabur menari-nari
Pada helir putih yang diterangi
Sang narator seakan menyulap semua
Putri cantik, tua bijaksana, pahlawan perkasa,
Cobaan, perjuangan, kehidupan dan kematian
Dengan bahasa memikat dan nyanyian mempesona
Mimpikah ini atau kenyataan,
Yang dibawakan oleh sang narator?
Lalu binatang kecil melagukan akhir semua
Dan manusia pun merenung kembali
Demikianlah kita hidup dalam suka dan duka
Hingga permainan pun selesai
Dan bulan yang tenteram mengajak kita
Ke dunia kekekalan.
Rabu, 29 Juni 2011
Selasa, 14 Juni 2011
Mencintai Rasulullah
Menurut Ibn Qayyim, cinta dapat dirumuskan dengan memperhatikan turunan kata cinta, mahabbah, dalam bahasa arab. Mahabbah berasal dari kata hub. Ada lima makna untuk akar kata hub. Pertama, Al-shafa wa al-bayadh, putih bersih. Kedua, al- ‘uluww wa al-zhuhur, tinggi dan tampak. Bagian tertinngi dari air hujan yang deras disebut juga habab al-mai. Ketiga, Al-luzum wa al-tsubut, terus menurus dan menetap. Keempat lubb, inti atau saripati sesuatu. Jantung hati, kekasih, orang yang dicintai dan yang tercinta disebut habbat al-qalb. Kelima, al-hifzh wal-imsak, menjaga dan menahan. Wadah untuk menyimpang dan menahan air agar tidak tumpah disebut hibb al-mai[1].
Mari kita ukur kecintaan kita kepada Rasulullah SAW dengan lima hal di atas. Apakah kita termasuk orang yang mencintai beliau dan pada derajat manakah kita mencintai beiau?
I. Cinta ditandai dengan ketulusan, kejujuran, dan kesetiaan.
Mungkinkan kita menghianati orang yang kita cintai ?. Jika kita mencintai Rasulullah, akankah kita tetap setia kepadanya. Apakah kita tidak mencintainya dengan mencampur adukkannya dengan motif-motif duniawi. Apakah kita akan memberikan seluruh komitmen kita.
Rasulullah pernah menguji kecintaan para sahabat sebelum perang badar. Kepada para sahabat dihadapkan dua pilihan; menyarang khafilah dagang yang dipimpn Abu Sufyan atau menyerang pasukan Quraisy. Kebanyakan sahabat menghendaki kafilah dagang karena menyerang mereka lebih nudah dan lebih menguntungkan. Nabi menghendaki musuh yang akan menyerang Madinah dan berada pada jarak perjalanan tiga hari dari Madinah.
II. Mengutamakan kehendak Rasulullah saw di atas kehendak dan keinginan mereka[2].
Ali bin Abi Thalib K.W pernah ditanya: Bagaimana kecintaan anda kepada Rasulullah saw ? Ia menjawab: Demi Allah, Ia lebih aku dari harta kami, anak-anak kami, orang tua kami dan bahkan kami lebih cintai dari air sejuk bagi orang yang kehausan. Kebenaran ucapan Ali tersebut dibuktikan dengan peristiwa Uhud. Kepada seorang sahabat perempuan Anshar diperlihatkan anggota keluarganya yang sahid di situ –ayahnya, saudaranya dan sumianya. Ia bertanya; bagaimana keadaan rasulullah saw? Orang-oran menjawab; ia baik-baik saja, seperti yamg engkau sukai. Ia berkata lagi; Tunjukkan beliau kepadaku supaya kupandangi beliau.
Mari kita ukur kecintaan kita kepada Rasulullah SAW dengan lima hal di atas. Apakah kita termasuk orang yang mencintai beliau dan pada derajat manakah kita mencintai beiau?
I. Cinta ditandai dengan ketulusan, kejujuran, dan kesetiaan.
Mungkinkan kita menghianati orang yang kita cintai ?. Jika kita mencintai Rasulullah, akankah kita tetap setia kepadanya. Apakah kita tidak mencintainya dengan mencampur adukkannya dengan motif-motif duniawi. Apakah kita akan memberikan seluruh komitmen kita.
Rasulullah pernah menguji kecintaan para sahabat sebelum perang badar. Kepada para sahabat dihadapkan dua pilihan; menyarang khafilah dagang yang dipimpn Abu Sufyan atau menyerang pasukan Quraisy. Kebanyakan sahabat menghendaki kafilah dagang karena menyerang mereka lebih nudah dan lebih menguntungkan. Nabi menghendaki musuh yang akan menyerang Madinah dan berada pada jarak perjalanan tiga hari dari Madinah.
II. Mengutamakan kehendak Rasulullah saw di atas kehendak dan keinginan mereka[2].
Ali bin Abi Thalib K.W pernah ditanya: Bagaimana kecintaan anda kepada Rasulullah saw ? Ia menjawab: Demi Allah, Ia lebih aku dari harta kami, anak-anak kami, orang tua kami dan bahkan kami lebih cintai dari air sejuk bagi orang yang kehausan. Kebenaran ucapan Ali tersebut dibuktikan dengan peristiwa Uhud. Kepada seorang sahabat perempuan Anshar diperlihatkan anggota keluarganya yang sahid di situ –ayahnya, saudaranya dan sumianya. Ia bertanya; bagaimana keadaan rasulullah saw? Orang-oran menjawab; ia baik-baik saja, seperti yamg engkau sukai. Ia berkata lagi; Tunjukkan beliau kepadaku supaya kupandangi beliau.
Langganan:
Postingan (Atom)