1.
Islam & Sosialisme :
Sebuah Gerakan Perlawanan
Beragam
kondisi kontemporer saat ini menyiratkan satu hal kenyataan yakni bahwa perang
ideology dan saling memanipulasi dan tindakan hegemoni semakin menemukan
bentuknya dalam bentuk-bentuk yang paling memuakkan.
Benturan-benturan
kepentingan dan saling menghancurkan adalah sebuah keniscayaan dalam bingkai
yang di bungkus rapi dengan berbagai propaganda. Hantu-hantu kekuasaan
berkeliaran dengan keyakinan akan satu hal bahwa kekuatan modal menjadi
penopang utama dalam mempertahankan dan kudeta kekuasaan. Warga Negara
berhadapan dengan tirani kekuasaan, kaum lemah vis a vis secara tidak seimbang
dengan kaum kuat.
Kehadiran
agama Islam sebagai manifestasi kebijaksanaan Tuhan mengejawantah melalui nabi
Muhammad untuk membimbing dan membebaskan manusia bukan hanya masyarakat Arabia
tetapi untuk keseluruhan manusia yang memang terbuka mata hatinya dari krisis
social dan krisis moral. Betapa tidak, berbagai penumpukan kekayaan, persaingan
antar klan dan suku malah semakin mempercepat dinamika masyarakat untuk menuju
kebangkrutan moral.
Sementara
itu di belantara Eropa, Sosialisme-Marxis menjadi ideology sosialisme paling
dominant dalam gerakan perlawanan menuju masyarakat egalitarianisme dan
sekaligus menjadi fundamental bagi setiap gerakan perlawanan dalam memperjuangkan
kaum tertindas, penghancuran terhadap segala bentuk eksploitasi. Karl Marx
dengan magnum opusnya yakni Das capital menjadikan
konsep pertarungan kelas dan faham ekonomi sebagai dasar pokok bagi perkembangan sejarah di setiap periode kehidupan umat manusia.[1]
konsep pertarungan kelas dan faham ekonomi sebagai dasar pokok bagi perkembangan sejarah di setiap periode kehidupan umat manusia.[1]
Antara
Islam dan Sosialisme terdapat beberapa persamaan, diantaranya Islam dan
sosialisme sama berjuang dalam ranah untuk menghilangkan segala bentuk tekanan
system kapitalisme liberal atau apapun bentuk ideology lainnya yang membawa
segala penindasan, eksploitasi atas manusia.
Akan
tetapi antara Islam dan sosialisme juga mempunyai sebuah jurang pemisah yang
rasa-rasanya sangat sulit untuk dihilangkan yakni sebuah jurang pemisah dimana
jurang pemisah ini adalah menjadi fundamen dasar bagi gerakan yang dilakukan
dalam setiap gerakan perlawanan. Islam dengan fundamen dasarnya adalah Tauhid (monotheisme)
adanya kepercayaan bahwa hanya ada satu Tuhan sebagai pencipta dan penguasa
alam semesta beserta isinya, sedangkan Sosialisme yang nota bene dengan
patronase Karl Marx memandang bahwa agama adalah candu bagi masyarakat yang
hanya membuat masyarakat terlena dengan janji-janji langitnya. Hal ini menjadi
sebuah permasalahan ketika sosialisme dikembangkan di Negara atau
wilayah-wilayah dengan pemeluk agama Islam, karena bagi agama samawi seperti
Islam ketauhidan adalah pondasi dasar dan tidak bisa diganggu gugat. Lantas
apakah antara sosialisme dan Islam yang memang sama-sama hadir dan
memperjuangkan persamaan, keadilan dan hilangnya eksploitasi atas manusia dapat
didamaikan dan untuk saling melengkapi?
2. Islam
dan Sosialisme : Gerakan Pembebasan
Hal
yang sering di sampaikan oleh kelompok sosialis di Negara-negara dengan
mayoritas Islam adalah bahwa sosialisme dan Islam memiliki banyak kesamaan
yakni sama-sama memerangi kaum kapitalisme. Di Indonesia sendiri perjalanan
sosialisme berawal dari SI Semarang dengan tokoh-tokohnya seperti Semaoen,
Darsono, Mas Marco. Sosialisme di Indonesia di bawa oleh orang Belanda yang
bernama Sneevliet.
Dalam
beberapa hal tidak bisa dipungkiri, bahwa gerakan perlawanan terhadap tirani
penguasa, sosialisme selalu menjadi pilihan platform gerakan perlawanan hal ini
bisa kita fahami bahwa dengan sosialisme sebagai pisau analisis dalam membaca
perubahan karena sosialisme mengusung semangat egalitarianisme masyarakat dan
keadilan sosial. Akan tetapi dalam bidang tertentu seperti konsep “ sama
rata-sama rasa “ adalah hal yang tidak bisa diterima karena bagaimanapun juga
dalam konsep Islam hak akan setiap individu tetap memiliki tempatnya. Apalagi
tentang Atheisme di dalam sosialisme-komunisme, tentu saja Islam menolak
mentah-mentah akan hal ini, bahkan faham atheisme perlu dihilangkan karena
tentu saja bertentangan dengan ajaran agama Islam itu sendiri yang senantiasa
menyandarkan setiap perbuatan bahkan tarikan nafas kepada sang pemilik
kehidupan. Menjadi fitrah manusia untuk mempunyai Tuhan atau setidaknya
mengakui hal-hal yang superioritas di luar dirinya untuk menjadi sandaran
manusia itu sendiri, sehingga faham atheisme adalah faham yang pantas mati
karena bagaimanapun juga tidak berkesesuaian dengan fitrah manusia itu sendiri.
Tentang
dilema sosialisme dan Islam ini Mohammad Hatta pernah mengatakan“Sekarang,
bagaimana duduknya sosialisme Indonesia? Cita-cita sosialisme lahir dalam
pangkuan pergerakan kebangsaan Indonesia. Dalam pergerakan yang menuju
kebebasan dari penghinaan diri dan penjajahan, dengan sendirinya orang terpikat
oleh tuntutan sosial dan humanisme perikemanusiaan yang disebarkan oleh
pergerakan sosialisme di benua Barat. Tuntutan sosial dan humanisme itu
tertangkap pula oleh jiwa Islam, yang memang menghendaki pelaksanaan perintah
Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang serta Adil, supaya manusia hidup dalam
sayang menyayangi dan dalam suasana persaudaraan dengan tolong-menolong”[1].
Islam
sangat menghargai baik peranan individu maupun peranan negara dan
mengharmonikan keduanya sedemikian sehingga seorang individu mempunyai kebebasan
yang sangat diperlukannya untuk mengembangkan potensinya, tetapi juga
memberikan kekuasaan kepada masyarakat dan negara untuk mengatur dan melakukan
control hubungan sosio-ekonomi untuk menjaga dan memelihara keharmonisan
kehidupan manusia.
[1] Winardi, Kapitalisme
Versus Sosialisme (Suatu Analisis Ekonomi Teoretis), Bandung: CV. Remadja
Karya, 1986, h. 184
0 komentar:
Posting Komentar