Sabtu, 08 September 2012

Metafisika Cahaya "Suhrawardi"

Oleh: DR. Mohd. Sabri AR

Pendahuluan

Satu kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa di dalam tradisi filsafat Islam pengaruh filsafat Yunani cukup kuat. Tetapi hal ini tidak dengan sendirinya berarti jika semua pandangan filsuf Muslim selalu dicoraki filsafat Yunani. Ini dapat terlihat, pada awal kemunculan filsafat Islam, "aroma" teologi justru sangat menonjol. Al-Kindi umpamanya—sebagai filsuf Muslim pertama—lebih tampak sebagai filsuf yang punya kecenderungan teologis. Setidaknya, ia berdiri di tapal batas antara filsafat dan teologi. Perhatian al-Kindi terhadap teologi dimungkinkan sebagai upaya membendung arus pemikiran filosofis yang abstrak terhadap kepercayaan agama atau penundukan iman terhadap akal. Kasus seperti ini jelas sangat sulit dihindari oleh filsafat Islam. Karena itu, tidak mengherankan jika corak "teologis" tampak sangat kental di masa perkembangannya yang paling dini.

Sementara itu kehidupan intelektual Islam dan Kristen—dua peradaban bersaudara—pada abad pertengahan dapat dibandingkan satu sama lainnya dengan mengukur seberapa besar pengaruh filsafat Aristoteles di dalamnya. Filsafat Peripatetik bergulir ke dunia Barat melalui karya terjemahan bahasa Arab sekitar abad ke-7 H atau ke-13 M. Akibatnya, filsafat ini sangat dominan dan pada urutannya menggeser pemikiran Agustinian dan Platonis yang merajai pemikiran Barat terdahulu. Dari filsafat ini pula kelak melahirkan rasionalisme humanistic renaisans yang menjadi tonggak peradaban Barat. Dalam peradaban Islam, pada saat yang bersamaan, aspek rasionalitas filsafat tersebut justru mendapatkan badai kritik dari dua pihak: kaum sufi dan ulama kalam. Filsafat Aristotelianisme kemudian digantikan oleh ajaran sufi Muhyi al-Din ibn 'Arabi dan oleh Hikmat al-Isyraqiyyah atau kearifan iluminatif dari Syekh al-Isyraq Syihab al-Din Yahya ibn Habash ibn Amirak Suhrawardi yang juga tak kalah "rasional"-nya. Bahkan pemikiran yang disebut terakhir oleh sementara pihak dipandang sebagai mazhab filsafat yang lebih memenuhi syarat untuk disebut sebagai "filsafat Islam"—vis a vis filsafat Islam hingga Ibn Rushd yang amat kental dipengaruhi filsafat Yunani—justru tumbuh dengan subur. Ibn 'Arabi atau pun Suhrawardi sebenarnya ingin mencari 'kebenaran' secara lebih efektif bukan dengan rasionalisme ala filsafat Peripatetik, tetapi intuisi intelektual (zawq).

Tulisan ini mencoba menelusuri mengapa filsafat Isyraqi muncul di tengah "kelesuan" filsafat Islam. Apa fundamental idea filsafat ini, terutama di tangan tokoh utamanya Suhrawardi. Dan akhirnya tulisan ini juga mencari kemungkinan relevansi filsafat ini dengan kehidupan kontemporer.

Pengertian Isyraqi
Setidaknya ada dua kata dalam bahasa Arab yang berakar kata syarq (terbitnya matahari): isyraq dan masyriq. Jika yang pertama bermakna pencahayaan atau iluminatif maka yang kedua berarti timur. Lagi pula sifat iluminatif musyriqiyyah dan masyriqiyyah yang berarti ketimuran, dalam bahasa Arab ditulis dengan cara yang persis sama. Identifikasi simbolik timur dengan cahaya sebagaimana sering
 

Get Money

no-minimum.com

Paid To Promote