Selasa, 14 Juni 2011

Mencintai Rasulullah

Menurut Ibn Qayyim, cinta dapat dirumuskan dengan memperhatikan turunan kata cinta, mahabbah, dalam bahasa arab. Mahabbah berasal dari kata hub. Ada lima makna untuk akar kata hub. Pertama, Al-shafa wa al-bayadh, putih bersih. Kedua, al- ‘uluww wa al-zhuhur, tinggi dan tampak. Bagian tertinngi dari air hujan yang deras disebut juga habab al-mai. Ketiga, Al-luzum wa al-tsubut, terus menurus dan menetap. Keempat lubb, inti atau saripati sesuatu. Jantung hati, kekasih, orang yang dicintai dan yang tercinta disebut habbat al-qalb. Kelima, al-hifzh wal-imsak, menjaga dan menahan. Wadah untuk menyimpang dan menahan air agar tidak tumpah disebut hibb al-mai[1].

Mari kita ukur kecintaan kita kepada Rasulullah SAW dengan lima hal di atas. Apakah kita termasuk orang yang mencintai beliau dan pada derajat manakah kita mencintai beiau?

I. Cinta ditandai dengan ketulusan, kejujuran, dan kesetiaan.

Mungkinkan kita menghianati orang yang kita cintai ?. Jika kita mencintai Rasulullah, akankah kita tetap setia kepadanya. Apakah kita tidak mencintainya dengan mencampur adukkannya dengan motif-motif duniawi. Apakah kita akan memberikan seluruh komitmen kita.

Rasulullah pernah menguji kecintaan para sahabat sebelum perang badar. Kepada para sahabat dihadapkan dua pilihan; menyarang khafilah dagang yang dipimpn Abu Sufyan atau menyerang pasukan Quraisy. Kebanyakan sahabat menghendaki kafilah dagang karena menyerang mereka lebih nudah dan lebih menguntungkan. Nabi menghendaki musuh yang akan menyerang Madinah dan berada pada jarak perjalanan tiga hari dari Madinah.

II. Mengutamakan kehendak Rasulullah saw di atas kehendak dan keinginan mereka[2].

Ali bin Abi Thalib K.W pernah ditanya: Bagaimana kecintaan anda kepada Rasulullah saw ? Ia menjawab: Demi Allah, Ia lebih aku dari harta kami, anak-anak kami, orang tua kami dan bahkan kami lebih cintai dari air sejuk bagi orang yang kehausan. Kebenaran ucapan Ali tersebut dibuktikan dengan peristiwa Uhud. Kepada seorang sahabat perempuan Anshar diperlihatkan anggota keluarganya yang sahid di situ –ayahnya, saudaranya dan sumianya. Ia bertanya; bagaimana keadaan rasulullah saw? Orang-oran menjawab; ia baik-baik saja, seperti yamg engkau sukai. Ia berkata lagi; Tunjukkan beliau kepadaku supaya kupandangi beliau.
Ketika Ia melihatnya, ia berkata; sesudah berjumpa denganmu, ya Rasul Allah, semua musibat kecil saja![3]. Hal tersebut dipertegas oleh Rasulullah dengan apa yang difirmankan Tuhan; “ katakanlah jika orang-orang tua kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, kaum kerabat kalian dan kekeyaan kalian usahakan, perdagangan yang kalian takutkan kerugianya dan tempat-tempat kalian senangi kalian lebih cintai dari Allah dan rasul-Nya dan dari jihad di jalan-Nya, tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya dan Allah tidak akan member perunjuk kapada orang-orang yang fasik (Q. S. Al-Taebah: 24).

III. Tidak mau berpisah atau jauh dari kekasih, Al-luzum wa al-tsubut.

Jika pencinta telah mendahulukan Rasulullah saw ketimbang siapapun dan apapun, hatinya akan selalu terpaut kepadanya. Secara jasmania dia ingin selalu berdekatan dengan Nabi saw, memandang wajahnya dan menikmati kehadirannya. Secara ruhaniah, hatinya dapat dilepaskan dari kenangan kepadanya. Keterikatan total kita pada kebenaran dan kepatuhan sepenuhnya kepada hukum[4]

Buat para pencinta ,perpisahan dengan kekasihnya merupakan suatu musibah yang sangat besar. Karena Fatimah merintih ketika ayahnya , panutan-Nya , junjungan-Nya dan kekasihnya meninggal dunuia. Beliau setiap harinya mengunjungi pusara Rasulullah. Apakah kerinduan kita kepada Rasulullah yang seperti itu hanya ada pada anak dan para sahabat sahabat yang pernah berjumpa dengan beliau? Jawabya; Tidak. Rasulullah saw bersabda, “Manusia yang paling bersangatan dalam kerinduannya kepadaku adalah orang-oarang sepeninggalku. Mereka ingin mengorbankan hartanya dan keluarganya hanya untuk dapat melihatku.”[5] Simaklah sajak Taufik Ismail dan dengarkan bagaimana Sang Bimbo melantungkannya:

Rindu kami Padamu, ya Rasul

Rindu tiada terperi

Berabad jarak darimu, ya Rasul

Serasa engkau disini

Cinta ikhlasmu pada manusia

Bagai cahaya surga

Dapatkah aku membalas cintamu

Secara bersahaja..???

IV. Kesediaan untuk memberikan lubb, apa yang paling berharga yang dimilikinya untuk Rasulullah saw.

Orang yang seperti ini adalah dimana, Ia akan sangat bahagia bila ia dapat memberikan atau mempersembahkan sesuatu yang paling berharga dalam dirinya pada yang dikasihinya, bahkan sekalipun dirinya sendiri dan orang yang seperti ini tak pernah berharap untuk menerima balas ataupun jasa dari apa yang telah diberikannya. Cinta yang seperti ini dalam istilah lee dikenal dengan Agape love. Seperti itu jugalah kasus majnun yang termahsyur dan ini kata Ibn ‘Arabi, adalah fenomena cinta yang paling halus[6].

Di antara manusia yang paling mencintai Rasulullah saw adalah keponakanya yang sekaligus adalah menantunya, Ali bin Abi Thalib kw. Kecintaannya tercatat oleh tinta emas dalam sejarah islam. Dalam perjalanan perjuanganya, Nabi saw pada saat itu dalam konsisi yang sangat berbahaya. Dan itu temaktub pula dalam Al-quran Q. S. Al- anfal: 30, Ingatlah ketika orang-orang kafir membuat tipu daya untuk memenjarakanmu, untuk membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka buat tipu daya. Allah pun membuat tipu daya. Dan Allah adalah sebai-baik tipu daya”. Di mana pada saat itu, musuh-musuh Nabi saw bersepakat untuk menyerbu nabi saw di malam hari. Semua kabilah mengirimkan wakil-wakilnya. Mereka punya misi yang sama : Menghabisi nabi yang mulia.

Pada malam itu, Rasulullah saw menawarkan kepada Ali apakah ia bersedia berbaring di tempat tidur beliau. Ali balik bertanya, “Apakah dengan begitu engkau selamat, ya Rasulullah? Nabi berkata, bekata, “Betul” mendengar itu Ali pun melonjak gembira. Ia merebahkan diri dan bersujud bersyukur kepada yang maha kasih. Ia di beri kesempatan untuk mempersembahkan nyawanya buat keselamatan Rasulullah saw yang di cintainya. Baginya , peluang untuk berkorban bagi Nabi saw adalah anugarah yang agung.

V. Memelihara dan mempertahankan kecintaannya.

“Cinta direkamkan dalam-dalam diliubuk hatinya. Bahkan pada saat sakaratul maut sekali pun,nama rasulullah tidak pernah lepas dari mulut dan jantunnya”[7].

Ya Rasul Allah, jemputlah siapa pun yang menghadap kekasihmu dengan mengagumkan namamu. Bukankah di sana di Arasy yang agung, namamu bersampingan dengan nama Allah yan maha kasih saying? Bukankah nama Tuhan yang menyebutmu dengan nama-Nya, al-rauf al-rahim, yang sangat santun dan sayang[8].

Referensi:

[1] Jalaluddin Rakhmat, Rindu Rasul; Meraih cinta ilahi melalui syafa’at nabi saw. Cet. IV ROSDA, Bandung, 2004. Hal 7.

[2] Ibid.

[3] Ibid.

[4] Frithjof Schoun. Tasawwuf; Prosesi Ritual Menyingkap Tabir Mencari yan Inti. Cet. II (Jalasutra, Jakarta, 2002). Hal.151

[5] Al-Syifa 2: 22:

[6] Ibn Arabi. Futuhat II. Hal.338

[7] Jalaluddin rakhmat. Opcit. Hal. 24.

[8] Ibid.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Get Money

no-minimum.com

Paid To Promote