Kamis, 05 Desember 2013

Hubungan Antara Islam dan Sosialisme

            1.      Islam & Sosialisme : Sebuah Gerakan Perlawanan
Beragam kondisi kontemporer saat ini menyiratkan satu hal kenyataan yakni bahwa perang ideology dan saling memanipulasi dan tindakan hegemoni semakin menemukan bentuknya dalam bentuk-bentuk yang paling memuakkan.
Benturan-benturan kepentingan dan saling menghancurkan adalah sebuah keniscayaan dalam bingkai yang di bungkus rapi dengan berbagai propaganda. Hantu-hantu kekuasaan berkeliaran dengan keyakinan akan satu hal bahwa kekuatan modal menjadi penopang utama dalam mempertahankan dan kudeta kekuasaan. Warga Negara berhadapan dengan tirani kekuasaan, kaum lemah vis a vis secara tidak seimbang dengan kaum kuat.
Kehadiran agama Islam sebagai manifestasi kebijaksanaan Tuhan mengejawantah melalui nabi Muhammad untuk membimbing dan membebaskan manusia bukan hanya masyarakat Arabia tetapi untuk keseluruhan manusia yang memang terbuka mata hatinya dari krisis social dan krisis moral. Betapa tidak, berbagai penumpukan kekayaan, persaingan antar klan dan suku malah semakin mempercepat dinamika masyarakat untuk menuju kebangkrutan moral.
Sementara itu di belantara Eropa, Sosialisme-Marxis menjadi ideology sosialisme paling dominant dalam gerakan perlawanan menuju masyarakat egalitarianisme dan sekaligus menjadi fundamental bagi setiap gerakan perlawanan dalam memperjuangkan kaum tertindas, penghancuran terhadap segala bentuk eksploitasi. Karl Marx dengan magnum opusnya yakni Das capital menjadikan
konsep pertarungan kelas dan faham ekonomi sebagai dasar pokok bagi perkembangan sejarah di setiap periode kehidupan umat manusia.[1]
Antara Islam dan Sosialisme terdapat beberapa persamaan, diantaranya Islam dan sosialisme sama berjuang dalam ranah untuk menghilangkan segala bentuk tekanan system kapitalisme liberal atau apapun bentuk ideology lainnya yang membawa segala penindasan, eksploitasi atas manusia.
Akan tetapi antara Islam dan sosialisme juga mempunyai sebuah jurang pemisah yang rasa-rasanya sangat sulit untuk dihilangkan yakni sebuah jurang pemisah dimana jurang pemisah ini adalah menjadi fundamen dasar bagi gerakan yang dilakukan dalam setiap gerakan perlawanan. Islam dengan fundamen dasarnya adalah Tauhid (monotheisme) adanya kepercayaan bahwa hanya ada satu Tuhan sebagai pencipta dan penguasa alam semesta beserta isinya, sedangkan Sosialisme yang nota bene dengan patronase Karl Marx memandang bahwa agama adalah candu bagi masyarakat yang hanya membuat masyarakat terlena dengan janji-janji langitnya. Hal ini menjadi sebuah permasalahan ketika sosialisme dikembangkan di Negara atau wilayah-wilayah dengan pemeluk agama Islam, karena bagi agama samawi seperti Islam ketauhidan adalah pondasi dasar dan tidak bisa diganggu gugat. Lantas apakah antara sosialisme dan Islam yang memang sama-sama hadir dan memperjuangkan persamaan, keadilan dan hilangnya eksploitasi atas manusia dapat didamaikan dan untuk saling melengkapi?
           2.      Islam dan Sosialisme : Gerakan Pembebasan
Hal yang sering di sampaikan oleh kelompok sosialis di Negara-negara dengan mayoritas Islam adalah bahwa sosialisme dan Islam memiliki banyak kesamaan yakni sama-sama memerangi kaum kapitalisme. Di Indonesia sendiri perjalanan sosialisme berawal dari SI Semarang dengan tokoh-tokohnya seperti Semaoen, Darsono, Mas Marco. Sosialisme di Indonesia di bawa oleh orang Belanda yang bernama Sneevliet.
Dalam beberapa hal tidak bisa dipungkiri, bahwa gerakan perlawanan terhadap tirani penguasa, sosialisme selalu menjadi pilihan platform gerakan perlawanan hal ini bisa kita fahami bahwa dengan sosialisme sebagai pisau analisis dalam membaca perubahan karena sosialisme mengusung semangat egalitarianisme masyarakat dan keadilan sosial. Akan tetapi dalam bidang tertentu seperti konsep “ sama rata-sama rasa “ adalah hal yang tidak bisa diterima karena bagaimanapun juga dalam konsep Islam hak akan setiap individu tetap memiliki tempatnya. Apalagi tentang Atheisme di dalam sosialisme-komunisme, tentu saja Islam menolak mentah-mentah akan hal ini, bahkan faham atheisme perlu dihilangkan karena tentu saja bertentangan dengan ajaran agama Islam itu sendiri yang senantiasa menyandarkan setiap perbuatan bahkan tarikan nafas kepada sang pemilik kehidupan. Menjadi fitrah manusia untuk mempunyai Tuhan atau setidaknya mengakui hal-hal yang superioritas di luar dirinya untuk menjadi sandaran manusia itu sendiri, sehingga faham atheisme adalah faham yang pantas mati karena bagaimanapun juga tidak berkesesuaian dengan fitrah manusia itu sendiri.
Tentang dilema sosialisme dan Islam ini Mohammad Hatta pernah mengatakan“Sekarang, bagaimana duduknya sosialisme Indonesia? Cita-cita sosialisme lahir dalam pangkuan pergerakan kebangsaan Indonesia. Dalam pergerakan yang menuju kebebasan dari penghinaan diri dan penjajahan, dengan sendirinya orang terpikat oleh tuntutan sosial dan humanisme perikemanusiaan yang disebarkan oleh pergerakan sosialisme di benua Barat. Tuntutan sosial dan humanisme itu tertangkap pula oleh jiwa Islam, yang memang menghendaki pelaksanaan perintah Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang serta Adil, supaya manusia hidup dalam sayang menyayangi dan dalam suasana persaudaraan dengan tolong-menolong”[1].
Islam sangat menghargai baik peranan individu maupun peranan negara dan mengharmonikan keduanya sedemikian sehingga seorang individu mempunyai kebebasan yang sangat diperlukannya untuk mengembangkan potensinya, tetapi juga memberikan kekuasaan kepada masyarakat dan negara untuk mengatur dan melakukan control hubungan sosio-ekonomi untuk menjaga dan memelihara keharmonisan kehidupan manusia.


[1] Winardi, Kapitalisme Versus Sosialisme (Suatu Analisis Ekonomi Teoretis), Bandung: CV. Remadja Karya, 1986, h. 184

0 komentar:

Posting Komentar

 

Get Money

no-minimum.com

Paid To Promote